Di suatu masa
terkisahlah sepasang merpati Geon dan Merri yang saling menyayangi dan
mencintai satu sama lain. Masa muda mereka penuh dengan asmara yang
menggebu-gebu, hingga keduanya tak dapat terpisahkan lagi. Menjelajahi langit
biru bersama-sama, menapaki langkah-langkah kecil mereka di rimbunnya
pepohonan.
Sepasang merpati yang
menyayangi, tumbuh dewasa, melewatkan masa-masa indah bersama.
Namun pada suatu
ketika, Merri si merpati betina mengalami kecelakaan saat ia terbang dan
terjatuh dengan kepala lebih dahulu membentur tanah. Meskipun nyawanya masih
bisa diselamatkan namun Merri terluka sangat parah.
,
Geon yang begitu
sangat mencintai pasangannya ini, tak sedikitpun pernah meninggalkan sisi
Merri. Dirawatnya dengan penuh cinta kasih, berharap suatu saat kekasihnya bisa
kembali membuka mata, menemani dirinya bersenda gurau, mengarungi masa tua
hingga maut memanggil dalam tidur yang tenang di rumah kecil mereka.
Tiap hari dia berdoa
untuk kesembuhan Merri, asalkan kekasihnya bisa sembuh ia rela melakukan apa
saja.
Tak disangka, Merri
akhirnya kembali sadar. Betapa bahagianya Geon mengetahui hal ini. Tak di
pedulikannya apapun yang terjadi, ia terus mengucap syukur, bersenandung riang
meskipun ia tahu ketika Merri kembali tersadar dari sakitnya, ada sesuatu yang
kini telah berbeda pada merpati betina itu.
Tahun berlalu...
Suatu hari dikala Geon
tengah dalam perjalanan ke rumah, sayapnya tergores ranting pohon, hingga ia
harus berobat. Setibanya di tempat dokter Owlie, ternyata ruangan praktek si
burung hantu ini penuh dengan pasien-pasien lainnya. Beberapa perawat terlihat
melayani antrian pasien. Geon melirik jam dinding yang terpasang di tiang kayu
dekat tempatnya berdiri. Jam setengah satu.
'Sebentar lagi waktu
makan siang' pikirnya. Namun kesibukan masih saja berlanjut di ruangan itu.
Seorang perawat yang
baru saja selesai memasang perban di kaki salah satu pasien, memperhatikan
tingkah laku Geon yang terlihat gelisah.
"Tuan, bisakah
saya mencoba memeriksa luka anda?" sapanya pada Geon.
Seketika wajah merpati
itu menjadi cerah. Dan perawat itu pun mulai memeriksa keadaan sayap Geon yang
ternyata tidak begitu parah, hanya perlu sedikit diberi pengobatan.
Perawat yang kini
mulai memasang perban mencoba memulai percakapan.
"Anda terlihat
sangat gelisah, Tuan. Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiran anda?"
"Oh, sesungguhnya
tak ada yang tengah menggangguku. Hanya saja aku memang tengah mengejar
waktu." jawab Geon.
"Sebuah pertemuan
penting rupanya menunggu anda?" tanya si perawat lagi.
Diceritakanlah tentang
keadaan istrinya, Merri, yang sampai hari ini kondisinya belum juga pulih total
semenjak kecelakaan bertahun-tahun yang lalu hingga ia masih harus terus
dirawat di pondok perawatan hewan.
"Dan setiap hari
aku menjenguknya untuk menemani istriku makan siang." tambah Geon pelan.
Perawat yang masih
muda ini memandang Geon dengan pandangan kagum. "Begitu rupanya...",
"... tapi apakah istri anda akan merasa sangat kecewa apabila untuk kali
ini saja anda tidak datang menjenguknya?"
Geon menggeleng pelan
sembari mencoba mengepak-ngepakkan sayapnya yang kini telah terbalut perban
putih.
"Merri tidak lagi
mengenaliku... Kecelakaan itu mengakibatkan fungsi otaknya melemah, tak
tersimpan sedikitpun memori tentang diriku atau bahkan lingkungan sekitarnya.
Saat ini benaknya bagaikan sebuah ruang kosong...", "... begitulah
kata dokter yang menangani kasus Merri."
Penuh rasa terkejut si
perawat kembali melontarkan pertanyaan, "Dan meskipun begitu anda tetap
setia mendampingi dan mengunjunginya meskipun beliau tidak lagi mengingat
tentang anda?"
"Merri, mungkin
tidak lagi mengenal siapa diriku ini. Tapi aku tetap mengenalinya sebagai
kekasih yang sangat aku cintai..." dengan tersenyum Geon mengucapkan
terima kasih untuk perawatan yang di dapatnya, dan dia pun pamit meninggalkan
si perawat yang tak lagi hanya memandang Geon penuh rasa kagum, melainkan
takjub dengan besarnya cinta kasih yang dimiliki Geon.
Sosok merpati cinta...
---
Tapi bukankah cerita
di atas hanyalah sebuah fabel? Dongeng belaka yang bisa dituliskan oleh
siapapun. Sama sekali tak bisa dijadikan contoh untuk kita dong.
Baiklah... :)
Kalo begitu bagaimana
dengan kisah cinta Bapak B.J. Habibie kepada almarhumah istrinya Ibu
Ainun?
Kisah cinta fenomenal
dimana seorang pria yang tak pernah meninggalkan sisi sang istri dimasa
sakitnya. Tetap setia mendampingi Bu Ainun melawan sakit yang dideranya.
Seorang suami yang
mengantarkan kepergian sang istri tercinta menghadap Khalik dengan kata-kata
indahnya
“Saya dilahirkan untuk
ibu Ainun, dan ibu Ainun dilahirkan untuk saya,”
Akankah kita juga
menemukan cinta sejati seperti ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar